Menyajikan informasi tentang agama islam, rekaman MP3, dan video kajian islam.


      Untaian Mutiara      

“Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu. Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.”(HR. Muslim no. 2963) ● Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham” (HR. Ibnu Majah no. 2414) ● "Kebajikan yang paling ringan adalah,dengan menunjukkan raut wajah berseri-seri dan mengucapkan kata-kata yang lemah lembut." (Sayyidina Umar bin Khattab r.a)

Sabtu, 11 Juli 2015

Risalah Seputar Zakat Fitrah

FIQIH ZAKAT FITRAH

Pengertian Zakat Fitrah
Zakat fitrah adalah zakat sebagai pembersih jiwa, sebagaimana zakat mal sebagai pembersih harta dari hak-hak mustahiq. Zakat fitrah diwajibkan pada tahun kedua hijriyah.



Dasar atas wajibnya zakat fitrah adalah hadits Nabi SAW : 

“Diriwayatkan dari Ibnu Umar, sesungguhnya Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah bulan Ramadhan berupa satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas setiap orang muslim merdeka atau budak, laki-laki atau perempuan”(H.R Muslim)

Zakat fitrah diwajibkan atas mereka yang menjumpai bagian dari bulan ramadhan dan tanggal satu
Syawal (terhitung mulai masuk waktu maghrib malam hari raya). Oleh karenanya, seorang yang meninggal setelah masuk waktu maghrib malam lebaran (memasuki tanggal satu syawal), harus ditunaikan zakat fitrah atasnya. Demikian pula bayi yang baru dilahirkan sesaat sebelum masuk waktu maghrib dan terus hidup sampai masuk waktu maghrib malam lebaran, orang tua harus menunaikan zakat fitrah atasnya. Sebaliknya, orang yang meninggal sebelum masuk waktu maghrib malam lebaran (sebelum masuk tanggal satu syawal) dan bayi yang dilahirkan setelah masuk waktu maghrib malam lebaran (setelah masuk tanggal satu syawal) tidak wajib ditunaikan zakat atasnya.

Waktu Zakat Fitrah
Zakat fitrah harus ditunaikan selambat-lambatnya sebelum masuk waktu maghrib hari raya (masuk
tanggal dua Syawal) dan boleh ditunaikan sejak masuk tanggal satu bulan ramadhan (ta’jîl).
Waktu yang paling utama ditunaikan pada hari raya Idul Fitri setelah shalat shubuh dan sebelum
dilaksanakan shalat Ied.
Makruh hukumnya membayar zakat fitrah setelah shalat Ied sampai masuk waktu maghrib.
Jika zakat fitrah tidak ditunaikan sampai masuk waktu maghrib hari raya (tanggal 2 syawal), maka
berdosa dan wajib segera ditunaikan (qodla’).

Kewajiban Zakat Fitrah
Menurut madzhab Syafi’i, zakat fitrah diwajibkan atas mereka yang pada saat siang dan malam hari raya (siang tanggal 1 Syawal dan malam tanggal 2 Syawal), mempunyai kelebihan dari kebutuhan sandang, pangan, dan papan untuk dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya, serta mempunyai kelebihan harta dari tanggungan hutang, meskipun belum jatuh tempo (menurut Imam Ibnu Hajar). Oleh karenanya, sangat dimungkinkan faqir miskin yang berhak menerima zakat karena tergolong mustahiq, pada sisi lain juga wajib menunaikan zakat fitrah disebabkan pada malam tanggal 1 syawal (malam Idul Fitri) memiliki harta yang melebihi untuk kebutuhan sandang pangan dan papan untuk siang dan malam hari raya (siang tanggal 1 syawal dan malam tanggal 2 Syawal) saja.(Hasyiyah ‘Ianatuth Tholibin, karya As-Syaikh Abu Bakar Utsman Syatho Al-Bakri, juz 2 hal. 286 cetakan Darul Kutub Ilmiyah Beirut-Lebanon )

Menurut Madzhab Hanafi, zakat fitrah diwajibkan atas orang yang mempunyai kekayaan harta senilai
satu nishâb perak atau setara dengan nilai 543,35 gram perak, di luar kebutuhan sandang pangan dan papan bagi dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya.


Di samping zakat fitrah wajib ditunaikan atas dirinya, juga wajib ditunaikan atas orang-orang yang wajib dinafkahi. Yang dimaksud dengan orang yang wajib dinafkahi adalah:

  1. Anak yang belum baligh dan tidak memiliki harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya pada siang dan malam hari raya.
  2. Anak yang sudah baligh dan tidak memiliki harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya pada siang dan malam hari raya dan secara fisik tidak mampu bekerja yang layak, seperti lumpuh, idiot.
  3. Orang tua, kakek, nenek dan seterusnya, yang tidak memiliki harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya pada siang dan malam hari raya 
  4. Istri yang sah.
  5. Istri yang sudah ditalak raj'i, yakni istri yang pernah dikumpuli dan tertalak satu atau dua yang masih dalam masa ‘iddah.
  6. Istri yang ditalak tiga (ba'in) dan dalam keadaan hamil mengandung anak suami. 


Apabila mengeluarkan zakat fitrah untuk orang yang sebenarnya tidak menjadi tanggungannya, maka harus  seizin yang bersangkutan. Oleh karenanya, jika orang tua mengeluarkan zakat untuk anaknya yang sudah baligh dan secara fisik mampu untuk bekerja, maka harus seizin yang bersangkutan, atau dengan cara diberikan kepadanya makanan pokok seukuran kadar zakat fitrah untuk kemudian dipergunakan sebagai zakat fitrahnya.

Apabila istri mengeluarkan zakat untuk anak yang menjadi tanggungan suami diambilkan dari harta
suami dengan tanpa seizin suami, maka hukumnya tidak sah.

Kadar Zakat Fitrah
Kadar zakat fitrah yang harus ditunaikan adalah satu shâ’ dari makanan pokok (beras putih) atau setara dengan 2,720 Kg beras putih. Demikian menurut hasil konversi KH. Muhammad Ma’shum bin Ali. Menurut hasil konversi lain yang disebutkan dalam kitab Mukhtashar Tasyyîd al-Bunyân, satu shâ’ setara dengan 2,5 kg.Untuk lebih hati-hati demi menjaga keabsahan zakat fitrah, sebaiknya kadar zakat fitrah yang dikeluarkan  digenapkan menjadi 3 Kg beras putih.Menurut Madzhab Maliki, zakat fitrah boleh ditunaikan dalam bentuk uang senilai kadar beras putih yang harus dikeluarkan. Namun hukumnya makruh.Sedangkan menurut madzhab Hanafi, zakat fitrah dapat ditunaikan dalam bentuk uang senilai setengah shâ’ gandum atau tepung gandum setara dengan 1,907 kg, bukan senilai 3 Kg beras putih. Jika mustahiq merasa lebih senang menerima uang daripada beras, menurut madzhab Hanafi, yang lebih utama zakat fitrah diberikan dalam bentuk uang.

Niat Zakat Fitrah
Niat adalah salah satu syarat penting dalam keabsahan zakat fitrah. Niat zakat fitrah, sebagaimana ibadah yang lain, cukup diucapkan dalam hati saja, dan sunnah dilafadzkan secara lisan. Niat tidak harus diucapkan dengan bahasa Arab, tetapi dapat menggunakan bahasa apapun seperti :

Niat zakat fitrah dilakukan pada saat :

  1. Menyerahkan zakat kepada mustahiq, atau 
  2. Kepada wakil yang akan menyalurkan pada mustahiq, atau  
  3. Pada saat menyisihkan beras yang dipergunakan sebagai zakat fitrah. Niat zakat fitrah juga dapat diwakilkan kepada orang lain. Golongan Yang Berhak Menerima Zakat Fitrah 
Menurut madzhab Syafi’i, orang yang berhak menerima zakat fitrah tidak berbeda dengan orang yang berhak menerima zakat harta yaitu 8 golongan (ashnâf) sebagaimana diterangkan dalam al-Qur’an :
Menurut pendapat yang kuat dalam madzhab Maliki, zakat fitrah hanya dapat diberikan kepada fakir miskin, bukan semua golongan (ashnâf) sebagaimana dalam zakat harta. Sebagian ulama madzhab Maliki berpendapat sama dengan madzhab Syafi’i, yakni golongan yang berhak menerima zakat fitrah, sama dengan golongan yang berhak menerima zakat harta.Oleh karenanya, jika menyerahkan zakat fitrah atas nama golongan selain fakir miskin, kepada ustadz, kiyai, muadzin dan lain-lain, hukumnya tidak sah menurut madzhab Syafi’i dan menurut pendapat yang kuat dalam madzhab Maliki. Berbeda jika menyerahkan zakat kepada ustadz atau kiyai yang fakir atau miskin dengan atas nama fakir miskin karena pada kenyataannya ustadz atau kiyai tersebut fakir atau miskin, maka hukumnya sah menurut semua ulama.  

Masalah Seputar Zakat Fitrah
  1. Tidak sah memberikan zakat fitrah kepada masjid, madrasah, pondok pesantren atau yayasan.
  2. Panitia zakat fitrah yang dibentuk oleh masjid, pondok, yayasan, sekolah bukan tergolong amil zakat sebagaimana yang dimaskud dalam golongan amil zakat. Oleh karenanya, tidak boleh mengambil bagiandari zakat yang terkumpul.  
  3. Menyerahkan zakat fitrah kepada anak yang belum baligh belum mencukupi selama belum diterima oleh walinya, sebab anak kecil tidak sah dalam serah terima zakat (qobdh). 
  4. Panitia zakat fitrah (bukan amil zakat) yang dibentuk oleh masjid, sekolah, yayasan statusnya adalahsebagai wakil dari orang yang menunaikan zakat (muzakki). Oleh karenanya tidak boleh mengambil sedikitpun dari zakat yang terkumpul. Zakat yang terkumpul, seluruhnya harus dibagikan kepada mustahiq zakat. 
  5.  Panitia zakat dalam membagikan zakat fitrah yang terkumpul harus memperhatikan cara distribusi zakat agar jangan sampai zakat yang terkumpul disalurkan kepada pemberi zakat sehingga kembali kepada pemiliknya. Oleh karenanya, hendaknya panitia zakat memberi tanda khusus untuk setiap zakat yang diterimaagar diketahui dari siapa zakat tersebut berasal sehingga tidak terjadi pemberian zakat kepada pemiliknya, atau zakat fitrah disalurkan kepada masyarakat di tempat lain sekira tidak mungkin kembali kepada pemiliknya. 
DAFTAR PUSTAKA 

  1. Hasyiyah As-Syarwani ‘ala Tuhfatil Muhtaj bisyarhil Minhaj, karya As-Syaikh Abdul Hamid As-Syarwani, cetakan Darul Fikr Beirut-Lebanon
  2. Hasyiyah ‘Ianatuth Tholibin, karya As-Syaikh Abu Bakar Utsman Syatho Al-Bakri, cetakan Darul Kutub Ilmiyah Beirut-Lebanon
  3. Mawahibu al-Jalil fi Syarh Mukhtashor al-Syekh Kholil 
  4. Mawhibatu dzi al-Fadhl 
  5.  Mukhtashor Tasyyidil Bunyan, karya Al-‘Allamah Al-Habib Umar bin Muhammad bin Thoha As-Shofi As-Segaf, cetakan Ma’had Huroidhoh 
  6. Qurrot al-‘Ain (Kumpulan fatwa Syekh Husain Ibrahim al-Maliki) 
  7. Roddul Mukhtar ‘alad Durril Mukhtar 
Diambil dari K.H Muhibbul Aman Aly (Wakil Katib PWNU Jatim & Pengasuh Rubrik Konsultasi Fiqih Istifta; Majalah Cahaya Nabawiy)


Risalah Seputar Zakat Fitrah Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Abdul Aziz

0 komentar:

Posting Komentar