Nikmatnya Bersyukur Oleh Al Habib Alwi bin Thair bin Abdulllah Al - Haddad
Puncak syukur adalah menggunakan setiap nikmat yang Allah berikan untuk berbuat ketaatan. Jika nikmat - nikmat itu tidak kau gunakan untuk menaati-Nya, berarti kau tidak mensyukuri nikmat itu. Dan jika nikmat itu kau gunakan untuk bermaksiat kepadaNya, maka kau telah terjerumus dalam kekufuran (nikmat), dan akan menyebabkan nikmat berubah menjadi bencana. Termasuk syukur adalah banyak memuji Allah dan merasa senang dengan nikmat yang Dia berikan. Sebab nikmat - nikmat itu menjadi perantara yang akan menyampaikannya kepada Allah, sarana yang mendekatkan dirinya kepada Allah, atau karena nikmat itu merupakan tanda perhatian (inayah) Allah kepada hambaNya.
Jika rasa syukur ini terus berlangsung, Allah akan membuat hamba ini terus berlangsung, Allah akan membuat hamba itu dapat mengenali dirinya. Ia akan membuat hamba itu dapat mengenali dirinya. Ia akan melihat dirinya dan semua yang berhubungan dengannya : jasad, indra, akal, keluarga, harta, bahkan bumi, langit dan segala sesuatu yang terdapat pada keduannya adalah milik Allah. Ia mengetahui ini melalu ilmu rasa ('ilmiyyatun dzauqiyyatun). Kesadaran ini terus berlangsung sampai ketika sholat, misalnya, ia akan melihat bahwa sholat itu dapat ia kerjakan karena perintah dan pertolongan Allah. Dalam hatinya timbul dzauq (cita rasa) yang lebih peka dari orang lain.
Ia menghayati dalam hatinya, bahwa air yang ia gunakan untuk berwudhu adalah milik Allah, tanah (bumi) tempat ia sholat adalah milik Allah, dia dan segala yang ia kenakan adalah milik Allah, tidak ada sesuatu yang merupakan milik atau berasal darinya. Segala sesuatu yang berhubungan dengan diri dan amalnya adalah milik Allah. Kesadaran seperti ini benar - benar meresap dan mengusai hatinya. Ia mengetahui bahwa selamanya ia tidak akan pernah dapat mensyukuri salah satu nikmat Allah, apalagi semuanya. Sebab, dirinya dan semua sarana amalnya adalah milik Allah. Semua nikmat yang ia terima berasal dari Allah Azza wa Jalla, lalu bagaimana ia mampu mensyukuri semua nikmat itu ?
Perasaan syukur timbul karena seseorang yang tidak memiliki apa - apa diperbolehkan untuk menggunakan sesuatu yang bukan miliknya. Ia akhirnya menyadari bahwa kebutuhannya kepada Allah merupakan kebutuhan (kefakiran) yang hakiki. Perasaan ini selalu meliputinya, dan tidak sedetik pun hilang. Setiap detik dia merasa sangat butuh kepada Majikannya (Allah), setiap detik ia berkhidmat kepadaNya, melaksanakan perintah Tuhannya, memohon pertolonganNya dan berdiri di ambang pintuNya. Ia tidak memandang dirinya memiliki usaha, amal ataupun tempat berlindung kecuali kepadaNya. Sejak awal ia tidak lagi memandang amal - amalnya. Semua keinginannya lenyap. Setiap kali perasaaan butuhnya kepada Allah bertambah, maka penganggungannya kepada Allah pun bertambah, dan pengetahuannnya tentang keagungan Allah juga bertambah. Ia kemudian menyadari bahwa andaikan seorang hamba bersyukur kepada Allah dengan syukur seluruh alam, maka ia belum mampu bersyukur sesuai keagungan Allah. Oleh karena itu tidak ada seorang pun dapat menyembahNya dengan sebenar - benarnya perbadatan yang menjadi hak-Nya, dan tidak ada seorang pun dapat bersyukur kepadaNya dengan sesungguh - sungguhnya, tidak ada seorang pun dapat memujiNya dengan sebenar - benar pujian (7)
(7) Habib Alwi bin Thair bin Abdulllah Al - Haddad, Uqudul Almas, Kerjaya Singapura, 1991, hal 67 - 68
0 komentar:
Posting Komentar