Melaksanakan aqiqoh hukumnya sunnah, sebagaimana diterangkan dalam kitab muqoddimah al hadramiyyah, adapun waktu pelaksanaanya adalah mulai bayi dilahirkan sampai dia baligh, ketika sudah baligh maka dia mengaqiqohi dirinya sendiri, bukan orang tuanya.
Dan waktu yang paling utama untuk aqiqoh adalah pada hari ketujuh dari kelahiran bayi, apabila belum mampu pada hari ketujuh, maka di aqiqohi pada hari keempat belas atau kedua puluh satu. Adapun hewan (yang paling utama) aqiqoh yang disembelih sunnahnya adalah dua ekor kambing untuk bayi laki - laki dan satu ekor kambing untuk bayi perempuan, demikian keterangan dalam kitab Hasyiyah Ianah Al - Thalibin.
Adapun syarat binatang yang bisa dibuat aqiqoh, diantaranya harus bebas dari cacat, usianya sudah sampai pada ketentuan syara'. Dan pada saat ini MUI (Majelis Ulama Indonesia) belum sampai turun ke lapangan untuk melihat, apakah kambing yang disembelih itu benar - benar sesuai dengan ketentuan syariat atau belum.
Maka pihak yang beraqiqoh itu sendiri seharusnya melihat langsung di perusahaan yang menyelenggarakan aqiqah instan tersebut dengan tujuan melihat kambingnya apakah sudah cukup umur, sehat atau tidak dan ketika menyembelihnya apakah benar - benar menyebut, "ini aqiqahnya si fulan ....(diisi dengan nama yang diaqiqohi) dan seterusnya. Dan ketika tidak memenuhi syarat, misalnya ketika menyembelih tidak diniati sebagai aqiqah si fulan, atau kambingnya tidak memenuhi syarat syariat, maka jangan aqiqah melalui perusahaan atau lembaga yang seperti itu.
Adapun solusinya agar aman dan tentu sesuai dengan syariat islam, maka aqiqalah melalui pondok pesantren. Dan kita serahkan semua kepada kiai atau ustadz di pondok tersebut. Misalnya ustadz saya ingin melaksanakan aqiqah untuk si fulan, dan nanti menyembelih juga kiai atau ustadz. Ini lebih aman dan kambingnya kita sendiri yang memilihnya.
Semoga bermanfaat ...
0 komentar:
Posting Komentar