Menyajikan informasi tentang agama islam, rekaman MP3, dan video kajian islam.


      Untaian Mutiara      

“Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu. Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.”(HR. Muslim no. 2963) ● Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham” (HR. Ibnu Majah no. 2414) ● "Kebajikan yang paling ringan adalah,dengan menunjukkan raut wajah berseri-seri dan mengucapkan kata-kata yang lemah lembut." (Sayyidina Umar bin Khattab r.a)

Selasa, 21 Juli 2015

Tiga Tingkatan Ikhlas Oleh KH. Harun Ismail (Blitar)

Salah satu syarat agar amal kita diterima oleh Allah SWT adalah amal itu dilakukan dengan ikhlas. Lalu bagaimana mengukur seseorang itu sudah ikhlas atau belum ? Imam Abdulllah bin Alwi Al Haddad, penyusun Kitan Rotibul Haddad mengatakan, untuk menilai amal seseorang sudah ikhlas belum, bisa dilihat apakah sudah istiqomah atau belum.

Kalau orang itu istiqomah, itu tandanya amal yang ikhlash. Kalau masih angin - anginan, alias tidak istiqomah, itu berarti belum ikhlas. Kemudian, untuk mengukur istiqomah, salah satu caranya adalah dengan melihat reaksi kita saat tidak bisa melakukan suatu amal. Semisal kita punya amalan, wiridan, lalu suatu saat kita tidak bisa melakukannya karena udzur, gara - gara tidak bisa wiridan lalu kita sedih, maka itu tanda amalnya istiqomah dan bernilai ikhlas. Lha, sebaliknya kalau tidak bisa wiridan anteng saja, berarti belum istiqomah dan juga belum ikhlas.



Syekh Abu Zakariya Al - Anshori menerangkan ada tiga tingkatan ikhlas. Pertama, ikhlas tertinggi, yaitu beramal hanya karena Allah. Titik, bukan karena ingin kemuliaan di akhirat, ganjaran, surga atau takut neraka apalagi keutungan dunia. Semata - mata karena Allah. Tidak mencari apa - apa, tapi yang dicari yang punya apa - apa yaitu Allah SWT baik urusan dunia maupun urusan akhirat. Ini cocok dengan doanya ahli thoriqoh ilahi anta maqshidu wa ridhoka mathlubi (Wahai Tuhanku, Engkaulah yang aku tuju dan ridho-Mu yang aku cari).

Dikisahkan, bahwa Nabi Musa AS ingin ketemu Allah. Beliau diperintahkan menuju gunung Tursina. Sampai disana Nabi Musa AS diperintahkan, "Ikhla na'laik". (Lepaskan kedua sandalmu). Menurut para ulama, diantara namanya, sandal kanan (akhirat) dan sandal kiri (dunia). Maksudnya lepas semua urusan, menghadap mantep kepada Allah, yang memiliki duniat dan akhirat.

Kedua ikhlas yang wustho. Beramal karena Allah, tapi masih ada buntutnya, ada harapan atau keinginan yang lain. Biar dimuliakan di akhirat, dimasukkkan surga, diberi bidadari atau diselamatkan dari siksa neraka.

Tingkatan kedua ini sudah bagus, karena memang dalam banyak ayat dan hadits, orang - orang yang berbuat baik akan diberi balasan surga. Misalnya dalam hadits, Man salaka thoriqon yaltamis fiihi ilman sahhalallahu lahu thoriqon ilaljannah. Yang artinya barang siapa yang menepaki jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.

Ketiga, ikhlas adna, paling rendah. Yaitu beramal karena Allah. Seperti ngaji karena Allah, sedekah karena Allah. Tapi ditambah embel - embel, kemuliaan di dunia. Ikut ngaji biar diberi kesehatan dan dimudahkan rezeki. Rajin shalat malam biar dimudahkan segala urusan. Ini semuanya kalau masih lilahi ta'ala tetap dinilai ikhlas, tapi nilainya kecil atau rendah.

Disadur dari ceramah beliau "KH. Harun Ismail" dalam acara Haul Akbar Masyayikh dan Ulama Kota Malang, di Masjid Agung Jamik Kota Malang, 14/06/2015.   

Tiga Tingkatan Ikhlas Oleh KH. Harun Ismail (Blitar) Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Abdul Aziz

0 komentar:

Posting Komentar